Langsung ke konten utama

Konservasi Energi dan Konsep Pembangunan Berkelanjutan dalam Industri Hijau

Industri hijau merupakan industri yang efektif dan efisien menggunakan sumber daya secara berkelanjutan (sustain) yang dapat menyinergikan pembangunan industri dengan fungsi lingkungan hidup. Sumber daya berkelanjutan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui, merupakan komponen utama yang dapat difungsikan sebagai bahan baku. Simpelnya, industri hijau merupakan industri yang dapat dikenali salah satunya dengan melihat bahan baku utama yang bersifat dapat diperbaharui dan berasal dari alam.

Bukan berarti industri hijau harus menggunakan sumber daya berkelanjutan seutuhnya. Industri hijau bertanggung jawab atas pelestarian sumber daya terbatas dan tak terbaharui, memantau serta mengurangi tingkat emisi yang dihasilkan semua unit dan kegiatan usaha, menerapkan kebijakan untuk memanfaatkannya kembali, serta mendaur ulang dan mengganti kembali bahan yang dipakai oleh perusahaan. Dalam hal energi, pemanfaatan biomassa telah menjadi salah satu contoh industri hijau karena memanfaatkan sumber daya dari alam yang terbaharui serta membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dari sumber energi lain. Namun demikian, tidak berhenti di situ saja dengan menggantungkan kebutuhan energi hanya dari satu sisi. 

Industri pengolahan kelapa sawit misalnya. Dalam prosesnya, buah sawit dihancurkan untuk mendapatkan minyak di dalamnya. Minyak ini berhasil diperoleh melalui proses-proses yang membutuhkan energi termal (panas) dan listrik. Proses yang paling awal dilalui buah sawit yaitu sterilisasi atau perebusan agar buah yang diperoleh dapat dicacah dan diperas sehingga minyaknya dapat dengan mudah keluar. Sterilisasi memerlukan energi panas yang berasal dari ketel uap (boiler) dan listrik sebagai penggerak mesin-mesin di dalam pabrik. Di sisi lain, buah sawit akan meninggalkan limbah berupa cangkang sawit dan tandan kosong sawit (TKS) yang juga merupakan biomassa. Industri yang memerlukan suplai energi ini akan dengan mandiri menghasilkan energinya melalui utilitas pabrik secara berkelanjutan. Perusahaan tidak perlu membeli sumber bahan bakar sebagai pemanas boiler dan pembangkit listrik, cukup dengan limbah sawit tersebut kebutuhan panas dan listrik dari pabrik sawit akan terpenuhi. Bahkan, jika energi yang dihasilkan dari pembakaran biomassa tersebut berlebih, sisanya dapat disalurkan ke PLN dan dimanfaatkan oleh warga sekitar. Inilah konsep pembangunan berkelanjutan yang sebenarnya karena memanfaatkan sumber daya alam terbaharui serta turut serta dalam konservasi energi karena telah mampu menghemat energi tanpa mengurangi beban energi yang benar-benar diperlukan tanpa membuat suatu unit operasi yang baru.

Gambar : Pekerja menjaga bahan bakar biomassa pada boiler. Sumber : Dokumentasi pribadi


Limbah Tandan Kosong Sawit (TKS) yang digunakan sebagai bahan bakar boiler. Sumber : Dokumentasi pribadi

Begini, proses pembangkit listrik dari bahan bakar biomassa telah dibahas di artikel sebelumnya. Umpan bertekanan dari boiler yang disebut dengan steam akan dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin dan generator. Steam dari pemanasan air di boiler akan ditampung terlebih dahulu di sebuah steam chamber untuk meningkatkan tekanan dari steam tersebut sebelum ditabrakkan ke turbin. Tujuannya adalah menghasilkan energi kinetik yang cukup sehingga turbin dan generator dapat berputar dan menghasilkan listrik yang optimal. Energi kinetik dari steam telah diubah menjadi listrik sehingga energi kinetik setelah keluar dari turbin akan menurun, namun masih dalam bentuk steam bertemperatur tinggi. Sisa energi inilah yang digunakan untuk proses-proses di dalam industri yang memerlukan panas di dalamnya, seperti sterilisasi buah sawit hingga menjaga suhu minyak sawit agar tidak terjadi penggumpalan.

Konsep konservasi energi pada industri

Contoh kasus diatas merupakan salah satu implementasi dari Cogeneration. Cogeneration ialah suatu sistem yang menghasilkan dan memanfaatkan dua jenis energi sekaligus dalam satu sistem pembangkit. Konversi energi listrik dari sebuah sistem pembangkit pun tidak ada yang memiliki konversi 100%, artinya energi listrik yang dihasilkan bukan merupakan konversi energi dari sumber bahan bakar yang telah digunakan karena energi tersebut akan terbuang ke lingkungan sebagai panas atau entropi. Contoh lain, ketika turbin berputar, seharusnya energi kinetik diubah menjadi listrik namun selama perputaran turbin telah timbul panas karena gesekan sehingga konversi tidak maksimum. Pada prakteknya, sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan batubara sejatinya hanya memanfaatkan 35-40% energi dari batubara tersebut karena sisanya terbuang sebagai panas ke lingkungan. Konsep Cogeneration ini kan meningkatkan efisiensi suatu sistem. Efisiensi yang dijanjikan bahkan dapat mencapai 90%. Cogeneration juga biasa disebut dengan CHP (Conmbined Heat and Power). 

Cogeneration yang memanfaatkan panas dari turbin gas menjadi pemanas air. Sumber : GE
Secara garis besar, Cogeneration dibagi menjadi dua jenis, yaitu siklus topping dan bottoming. Siklus topping apalabila bahan bakar digunakan secara langsung untuk membangkitkan listrik, contohnya pada industri minyak sawit di atas. Sebaliknya, pada siklus bottoming, panas dari hasil proses industri dimanfaatkan untuk dijadikan energi listrik.

Dengan memanfaatkan dua energi sekaligus dalam satu sistem, perusahaan akan mendapatkan berbagai manfaat di dalamnya, antara lain :

1. Penghematan biaya operasi hingga 95%, membakar energi yang lebih sedikit dari biasanya, bahkan dapat menjanjikan payback dari sebuah investasi pabrik hingga dua tahun.
2. Hemat energi. PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas) mampu meningkatkan efisiensi hingga 40% karena panas yang dilepas mesin gas akan digunakan untuk membangkitkan listrik juga
3. Mengurangi emisi gas buang hingga 30%

Penggunaan CHP dalam berbagai sektor energi

Pembangunan industri berkelanjutan tidaklah harus mulai dari awal pembangunan, namun dapat berkembang seiring berjalannya waktu asalkan ada komitmen dalam industri tersebut. Cogeneration telah memberikan peluang pada pemanfaatan bahan bakar secara maksimal, entah itu energi terbarukan atau tidak terbarukan. Setidaknya, energi tidak terbarukan dapat menjadi lebih optimal dan tidak dipandang sebelah mata karena emisi yang dihasilkan sudah memberikan image yang buruk bagi semua kalangan


Artikel #9 dari #15HariCeritaEnergi 
Berita terkait energi dan mineral, serta kebijakannya dapat diakses di https://www.esdm.go.id/id/

Sumber dan referensi :

M. Nasikin, 2014, Riset untuk Mendukung Realisasi Industri Hijau Melalui Kepemilikan Teknologi Anak Bangsa, Prosiding Seminar Nasional Industri Hijau 2014

http://www.dummies.com/education/science/environmental-science/what-is-cogeneration-energy-conservation-in-power-plants/
Diakses pada : 26 Agustus 2017 pukul 20:43
http://www.cogeneurope.eu/what-is-cogeneration_19.html
Diakses pada : 26 Agustus 2017 pukul 20:50
https://powering.mit.edu/project-faqs/cogeneration
Diakses pada : 26 Agustus 2017 pukul 21:32
http://www.elektroindonesia.com/elektro/ener25a.html
Diakses pada : 26 Agustus 2017 pukul 21:52

https://www.clarke-energy.com/chp-cogeneration/
Diakses pada : 26 Agustus 2017 pukul 22:00

https://www.gepower.com/applications/chp
Diakses pada : 26 Agustus 2017 pukul 22:02





Komentar

Popular Posts

Cara Legal Download Jurnal Elsevier dengan Akun Email Universitas

Santos Ltd: Perusahaan Multinasional yang Menyokong Kebutuhan Gas di Indonesia

Mengenal Metana sebagai BBG (Bahan Bakar Gas)