Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2017

Mahasiswa Bidik Misi Makan di Mekdi (Tamat)

Kembali ke curhatan di LINE tadi. Dia iri bahwa anak BM bisa makan di McD, Hokben dan sering ke mall. Duh, padahal ke mall ga pake uang pun bisa. Makan di McD 10 ribu bisa (paketan kentang + float :p). Makan di hokben, hmm yang ini mahal. Menurut saya pribadi, mahasiswa BM sebenarnya sama persis dengan mahasiswa lainnya. Bedanya ya dapat tambahan uang saku dari negara. Tidak sedikit mahasiswa BM yang masih mengandalkan uang tambahan dari orang tua di rumah. Makan itu hal yang wajar, sekali dua kali dalam sebulan makan mahal itu bukan hal yang salah. Pembina asrama dan pihak yang mengelola BM pun sempat menyinggung hal tersebut. Yang menjadi masalah sebenarnya menunjukkan gaya hidup mereka kepada mahasiswa non-BM bahwa ia setara dengan mereka, padahal uangnya hanya berasal dari beasiswa itu sendiri. Jelas, si mahasiswa non-BM ini akan mencap hal serupa bahwa uang beasiswa tidak digunakan sebagaimana mestinya. Anyway. Saya percaya bahwa setiap manusia sudah dijamin rezekinya. Tidak

Mahasiswa Bidik Misi Makan di Mekdi (2)

Materi-materi matrikulasi yang saya jalani sebenarnya tidak semua membosankan. Beberapa tokoh cukup membuat saya kagum, misalnya Bapak Adriano Rusfi yang bekerja sebagai konsultan di DIKTI. Dia sempat memberikan materi mengenai filsafat hidup yang membuat kami lebih bersyukur karena dapat menimba ilmu di kampus yang sering dibilang mahal oleh kebanyakan orang.  Dari semua materi, menurut saya pada intinya memotivasi kami sebagai mahasiswa dari keluarga yang tidak mampu untuk tetap dapat berprestasi di ITB dan tidak minder terhadap mahasiswa non-BM yang memiliki gaya hidup lebih mewah dari kami. Hal yang membuat saya agak memicikkan mata justru berasal dari pihak ITB sendiri, lebih spesifiknya yaitu UPT Asrama ITB. Mereka selalu mengingatkan bahwa kami merupakan mahasiswa pilihan dan semestinya bersyukur karena telah diberikan beasiswa. Mereka menghimbau kami untuk belajar sungguh-sungguh dan dapat membanggakan orang tua di rumah dengan IPK diatas rata-rata. Pun demikian di kehidup

Mahasiswa Bidik Misi Makan di Mekdi (1)

Seperti biasa, malam hari sebelum tertidur  saya melihat layar hp feed di aplikasi LINE. Tak sengaja ada melihat ada postingan tentang keluhnya (mungkin) mengenai gaya hidup anak Bidik Misi (BM) yang seharusnya tidak jauh lebih royal dibandingkan dirinya dalam hal ini makan di McDonald. Ya betul toh, anak BM notabene berasal dari keluarga yang tidak mampu sehingga uang yang diterima tidak semestinya digunakan untuk makan yang mahal-mahal. Tentunya ini merupakan stereotype bagi mahasiswa non-BM Tulisan di bawah semata-mata ingin menjabarkan proses mahasiswa BM yang berjuang untuk mendapatkannya. Saya berasal dari keluarga yang tidak mampu, secara ekonomi. Namun orang tua saya mendidik saya dengan segala jerih payahnya dengan menyekolahkan dan memberikan tambahan les yang aneh-aneh sejak saya TK. Bermodalkan toko kelontong di salah satu desa di Kabupaten Madiun, menurut saya waktu itu mereka hanya membuang-buang uang dan menyusahkan saya yang harus menambah jadwal kegiatan d